Belajar sejarah maupun teknik fotografi lewat lokakarya, apalagi akademisi, tentu saja sangat bermakna. Mirip dengan belajar melukis, maju selangkah demi selangkah. Pelukis mula-mula mempelajari susunan anatomi tubuh manusia (atau hewan) secara benar. Sinar kuat yang datang dari arah kanan bawah akan menampilkan tonjolan bayangan yang tajam di sisi kiri wajah, karena raut wajah di dihiasi oleh tulang hidung, lekukan tulang pipi serta tulang rahang, nuansa seperti ini akan mendukung tampilan portrait dari sesosok wajah yang si pemiliknya berprofesi ‘keras’. Itu contoh ketika pemotret bisa bermain-main dengan letak sumber sinar guna mempertegas apa yang ingin diungkapkan.
Kini banyak sekali club-club fotografi, pilih yang cocok dan bergaulah dengan komunitas ini. Jangan segan untuk bertanya-tanya serta menunjukkan karya foto untuk didiskusikan. Percayalah ketika orang bijak berujar: seseorang yang selalu merasa dirinya paling hebat, ia jadi meremehkan semua orang, dan ini membuatnya tak maju-maju alias jalan di tempat! Lewat rekan-rekan di club foto, tak hanya pengetahuan soal ambil gambar saja yang bisa dipetik, kadangkala rekomendasi kerjaan, sampai informasi bursa peralatan fotografipun bisa jadi lahan menarik tersendiri. Banyak akses yang bisa dimanfaatkan lewat pergaulan dengan komunitas se-hobby se-penanggungan!
Kita pernah mendengar bukan, cerita fotografer jaman baheula yang tak teliti mengaitkan gerigi film 135 mm ke celah tabung penggulungnya, alhasil roll film itu kosong alias gagal semua? Bayangkan, malang sekali kalau hanya disebabkan oleh sifat keterburuan-buruan seperti ini, puluhan foto upacara pernikahan yang mustahil diulang menjadi ‘lenyap’ begitu saja, ini membuat susah banyak pihak, terutama sang fotografer sendiri!
Saran lain, serap informasi dari berbagai penjuru dunia, jangan segan membaca literature-literatur dasar sampai perkembangan mutahir fotografi.
Apabila dibandingkan dengan era-era sebelumnya, dapat dibilang kurun waktu belasan tahun belakangan, perkembangan teknologi industri digital secara pasti telah menggebrakkan perubahan yang luar biasa menakjubkan! Demikian pula dampak dramatis yang dialami teknologi fotografi. Sejak fotografi ditemukan (tahun 1827) sampai satu setengah abad kemudian (tahun 1990-an), film celluloid hitam putih, bewarna, dan slide warna masih merupakan ‘peluru-peluru’ esensial dari sebuah kamera. Setelah shooting, film/klise dikembangkan, baru bisa di cetak (slide diproyeksikan). Dengan kamera digital, sedetik setelah shooting kita langsung melihat bisa memeriksa tampilannya di layar monitor kamera!
Kita masih ingat bagaimana sibuknya ‘fotografer serius dengan tas besar’. Kami sering bercanda dengan bertanya: ‘Bung mau hunting foto atawa gelar kios kamera?’ Tas itu terisi setengah dozen lensa, 3 body-body kamera untuk film warna, film hitam putih, dan film slide warna, ditambah lagi sebuah kamera format medium kesayangan, celah-celah kosong dijejali klise ASA rendah sampai kepekaan tinggi, dan ah, asesorinya? belasan filter warna warni bertebaran! Kita patut berterimakasih kepada program Adobe Photoshop ketika mengingat beban yang mesti dipikul ‘tas besar tadi’!
Catatan lain adalah teratasinya urusan tusir menusir foto secara tradisional yang menyita jam-jam kerja panjang. Demikian juga misalnya otak-atik kamar gelap bernama ‘foto ortho’ yang pernah digemari, yaitu teknik memberi efek khusus pada latar belakang foto, agar obyek utama tampak menonjol, cara pengerjaannya ribet nian! Kini di Adobe Photoshop efek khusus seperti ‘ortho’ hanya salah satu dari ratusan fasilitas yang mudah diakses.
Logika sederhana saja, bukankah ini berarti teknologi fotografi digital telah ‘mengambil alih’ industri fotografi analog? Apabila kurang cepat adaptasinya terhadap era fotografi digital yang berlangsung di ujung abad 21 itu, kita dapat membayangkan bagaimana ‘kemelut’ yang dihadapi industri fotografi analog.
Lantas sekarang bagaimana dengan fotografer di era kamera digital? Seriuskah memahami segala fitur-fitur (fasilitas-fasilitas) yang disediakan kamera kesayangan, yang keberadaannya jelas mempermudah kita dalam membuat foto? Teknologi selalu mengalir ke arah yang semakin canggih, dan ia menuntut kita untuk mengendalikannya dengan benar dan baik! Indikasi yang paling kentara adalah ketika sang kamera seolah-olah telah menjadi bagian tubuh sendiri, ‘di lapangan’ ia siap merekam adegan apapun yang bakal muncul. Sementara pikiran lebih konsentrasi ke arah obyek, moment, atau ada yang yang lebih nyaman menyebutnya dengan istilah ‘isi foto’. (Joseph AB)
Foto: SHOPPING -Penulis buat di dalam sebuah supermarket di kota kecil Charleroi, Pensylvania, USA. Membawa kamera saku ber-resolusi memadai (atau ponsel berkamera), sangat bermanfaat ketika muncul obyek menarik pada saat yang tak terduga.
Monday, 6 August 2007
Manfaat Memperluas Wawasan Dalam Dunia Fotografi
Labels:
analisis foto,
belajar foto,
candid,
foto,
foto ruang,
fotografi,
fotografi digital,
photography,
photos
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
salut bro, smoga sukses di dunia maya.
Post a Comment