Friday, 17 August 2007

WISATA FOTO DI AMERIKA [1]

MURAL-MURAL DI BELANTARA PHILADELPHIA

Dengan selisih waktu 12 jam di belakang W.I.B., posisi jarum jam dari Jakarta sama persis dengan waktu Philadelphia, bedanya : siang hari bolong di Jakarta berarti tengah malam di ibu kota negara bagian Pensylvania ini. Kota ‘metropolitan moderen’ yang oleh penduduk lokal disingkat jadi ‘Philly’, sementara lidah kaum pendatang asal Indonesia lebih akrab menyebutnya dengan ‘Phila’, dibaca ‘fila’. Ketika lampu-lampu kota Phila mulai nampak bak ‘seribu kunang-kunang’ , Indra, sopir mobil carteran itu berujar: - “Seperti postcard, dari kejauhan Phila kelihatan cantik, tapi besok kalau bapak jalan-jalan di City akan tahu aslinya, kumuh”. Esok berikutnya, label yang diterakan pemuda ceking berasal dari Surabaya yang sudah 6 tahun ‘berkutat’, mendulang dolar di beberapa negara bagian Amerika itu terbukti: benar.

Dibandingkan dengan dua kota ‘berkilauan’ New York dan Washington D.C. yang mengapit dari utara dan selatan, Philadelphia punya sejarah lebih tua, menyimpan lebih banyak sejarah sebagai kota pusat lahirnya Amerika Serikat. Namun pada sisi lain, pesatnya perkembangan jaman mau tak mau telah menghibahkan predikat ‘metropolitan moderen’ kepada Philadelphia, perpaduan yang mengakibatkan identitas kota kelima terbesar di AS ini jadi serba samar-samar.

Banyak perkantoran jangkung menjulang di jantung kota, yang keberadaannya justru ‘terpaksa’ menghimpit arsitektur bersejarah, termasuk patung istimewa setinggi 11 meter dari William Penn (mendarat tahun 1628 dari Inggris), ia bertengger di puncak kubah sebuah gedung penuh ornamen, yang apabila punya ruang leluasa semestinya akan ‘bercerita’ lebih banyak. Panorama Sungai Delaware dan Sungai Schuylkill yang melingkar elok di utara kota hanya bisa dinikmati lewat sudut tertentu, jauh dari pusat kota. Kepentingan bisnis dalam era industri tercermin pada gedung-gedung pencakar langit yang dibangun dengan mengesampingkan sentuhan estetika, cenderung hanya berdasarkan kecerdasan teknologi manusia yang seakan berada pada distrik terpisah dari alam semesta.


Dari obrolan bersama Herald Basuki, insinyur alumni Universitas Tarumanegara yang pernah mengamati arsitektur kota Philadelphia, (juga kota-kota di sekitarnya seperti Pittsburgh, dan kota-kota di sepanjang Monongahela Valley) ia berkesimpulan : “Awalnya kaget juga sih, ternyata banyak kota di Amerika yang arsitekturnya telah sedemikian parah, tak terhitung jumlah bangunan di pinggiran kota yang kondisinya melapuk, istilah orang sini
deteriorate city, kuno tak terawat, suasana kota yang nyaris ditinggal penduduknya, tinggal tunggu waktu untuk diambrukkan. Contoh kongkrit di Phila lihat saja ke kawasan yang banyak dihuni orang-orang Indonesia, South Phila. Kondisi perkotaan yang gawat, langit bumi dibanding kota-kota kuno di Eropa yang masih terawat cantik ”.

Orang bebas memberi predikat bahwa kota New York itu menakjubkan, bagi pejalan kaki sekalipun banyak sudut yang dibuat untuk bisa menikmati keindahan kota, apakah itu di Manhattan atau di Bronx (asal sebelum matahari terbenam!). Washington D.C. bersih “baik-baik’, presidential dan sangat patriot. Dalam bis Philadelphia City Tour, serombongan wisatawan berbahasa Inggris ‘logat Perancis’ pernah bergurau dengan guide mereka; “Ayo antar kami tempat paling specific, kami butuh ‘semacam’ Patung Liberty, Manhattan, Gedung Putih, atau apalah namanya di Philadelphia ini!”.


Jalanan dalam kota Phila mudah dikenali, larik utara ke selatan pakai nomor, membujur barat ke timur nama-nama biasa. Namun yang banyak mencuri perhatian adalah banyaknya mural yang menghiasi permukaan tembok pada gedung-gedung di sepanjang jalan protokol maupun ‘pelosok’. Lukisan-lukisan dinding berukuran raksasa garapan serius para muralis handal ini bagaikan kosmetik, polesan indah menutupi ketuaan serta kekusaman yang terlanjur melekat pada perkotaaan yang banyak dimakan waktu dan cuaca.


Mural di Phila bisa mengisi ruang kosong mana saja, permukaan tembok ‘nganggur’ dari apartemen susun di kawasan berdesakan, lapangan parkir, atau di tepi jalan raya dekat lampu lalu lintas yang mudah dilirik penumpang kendaraan. Bahasa visual yang disajikan semuanya berkarakter realis: karikatur tokoh berprofesi tertentu ‘ora et labora’, profil artis-artis legendaris sarat aroma Italiano. Sampai mural dengan pesan akan pentingnya keragaman hayati dalam menciptakan ekosistim seimbang bagi kehidupan. Orang tak harus mengernyitkan dahi untuk menikmati sepotong ‘seni ruang publik’ di sela-sela belantara beton yang mengepungnya. Mungkin penciptanya sadar, bahwa mayoritas penikmat seni lukis ‘kanvas lebar’ ini hanya punya waktu singkat, yaitu duduk di atas jok mobil, jadi perlu suguhan yang mudah dicerna otak maupun perasaan. Berita baik lainnya adalah, tak ada satupun tangan jahil yang merusak atau ‘menganiaya’ mural dengan cara ditimpali grafiti liar, misalnya.

Baik disadari atau tidak, lukisan format raksasa bernama mural ini terekam dalam memori jutaan orang yang setiap hari berlalu lalang di sekitarnya. Mural tidak abadi, begitu pula bingkai waktu kehidupan, dan ketika segalanya berubah, memori akan mural dengan lukisan tertentu yang mengesankan, akan menganyam kenangan mengenai sebuah kota pada periode tertentu. Mural seperti sebuah oase sejuk di sela-sela belantara kota Philadelphia. (Joseph AB)

Foto (1) Mural Di Reed Street, juga foto (2) Sepedaan, hanya perlu kesabaran sejenak untuk menunggu obyek-obyek agar ikut ‘menghidupkan’ nuansa gambar, daripada suasana mural yang’ kosong’ doang. Demikian juga foto (4) Phila City, refleksi bangunan bersejarah dari sebuah etalase toko. Dua gadis kulit hitam yang membawa mannequin muncul mendadak di jalanan, penulis segera menyapa: ‘Hai girls! (3) Mannequin cantik ini itu mau diapakan?

Di Philadelphia Selatan banyak daerah slum/kumuh, di mana miras dan narkoba merupakan konsumsi sehari-hari, hati-hati memotret di kawasan seperti ini. Foto pemuda-pemuda sedang (5) Kongkow di rumah kosong ini penulis buat dengan cara ‘duduk istirahat dan minum soft drink’ di seberang jalan. Ketika ada mobil menghalangi pandangan, set kamera di balik plastik-plastik bungkus belanjaan, manfaat monitor yang bisa menghadap atas, kalau tidak ya pakai ilmu kira-kira. Begitu mobil berlalu segera ‘quick shot’, pada situasi tertentu jangan membidik dengan kepala tegak, bisa mengundang problem.


No comments: